Rabu, 25 Juni 2014

ETIKA PROFESI

TRIBUNJATIM.COM,SURABAYA -  Setahun terakhir, polisi banyak menangani kasus penipuan yang terjadi melalui belanja online di internet.

Modusnya beragam mulai berkedok penjual gadget, elektronik, sampai penjual jersey pemain sepakbola.

Di Surabaya saja misalnya, sepanjang 2012 hingga awal 2013, tercatat ada 71 kasus penipuan belanja online.

“Banyak yang sudah melapor namun lebih banyak yang tidak melapor. Total kerugian bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Farman, Selasa (26/3).

Kanit Kejahatan Umum (Jatanum) Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Solikin Ferry menjelaskan, rata-rata kasus penipuan belanja online yang sampai ke mejanya adalah kasus jual beli smartphone.

Kebanyakan korban tertarik dengan harga miring yang dipatok pelaku. Tentu harga itu jauh di bawah harga pasaran.

“Misalnya, harga iPhone 5 yang harga di pasaran Rp 10 juta, dipatok pelaku hanya Rp 5 juta. Siapapun pasti tertarik dengan potongan sampai separuh harga normal. Korban tidak menyadari kalau dirinya sudah masuk perangkap pelaku,” urai Ferry.

Tergiur iklan yang disebar pelaku di berbagai situs belanja online dan media sosial seperti Twitter, Kaskus, Facebook, email sampai BlackBerry Messenger (BBM), korban biasanya mengontak nomor telepon yang tertera di iklan.

Kadang pelaku mau ditelepon, namun lebih banyak obrolan dilakukan via layanan pesan singkat (SMS).

Ketika harga sudah disepakati, pelaku meminta korban untuk mentransfer uang pembayaran terlebih dahulu.

Untuk meyakinkan korbannya, pelaku membuat nomor resi pengiriman palsu. Setelah dicek, ternyata nomor resi tidak terdaftar di peru­sahaan jasa pengiriman.

“Korban baru sadar tertipu setelah barang pesanan tak jua sampai ke tangannya. Nomor ponsel pelaku biasanya tidak aktif setelah transaksi dilakukan,” imbuh alumnus Akademi Kepolisian tahun 2007 itu.

Tidak semua korban penipuan di dunia maya ini mau melapor polisi. Mochamad Usman satu di antaranya. Pengusaha di bidang kontruksi ini pernah tertipu sebuah toko online yang terdaftar di media sosial Kaskus.

“Saya beli dua jersey bola. Satu dikirim, yang satu tidak dikirim. Yang dikirim pun tidak sesuai spesifikasi yang ditawarkan,” katanya. Alasan Usman tidak melapor karena ia tidak ingin memperpanjang urusan hingga ke kepolisian.

Iptu Ferry mengakui tidak mudah mengungkap kasus penipuan belanja online. Polisi kesulitan mengungkap kasus ini karena ketidakjelasan identitas pelaku. Identitas pelaku dipastikan fiktif. Begitu juga rekening pelaku yang menggunakan data palsu.

Sebenarnya Polda Jatim pernah berhasil mengungkap kasus penipuan belanja online dengan tersangka Suhartatik Karuniawati (25), warga Babatan, Surabaya, November 2012 lalu.

Namun kasus ini terungkap antara lain karena sejumlah korban mengenal Suhartatik. Baru setelah ditelusuri ternyata korban Suhartatik cukup banyak.

Ia dikabarkan meraup omzet miliaran rupiah dalam aksi tipu-tipu belanja online.

Kasus Suhartatik saat ini masih proses peradilan di Pengadilan Negeri Surabaya. Ia dituntut lima tahun penjara namun para korban yang kerap menghadiri sidang tak terima, karena dianggap terlalu ringan. Pada sidang lanjutan beberapa hari lalu, para korban berusaha memukuli Suhartatik usai sidang.

Laporan kasus penipuan online diakui Iptu Ferry menjadi tanggungan yang menumpuk di kepolisian termasuk di Polres­tabes Surabaya.

Pengungkapan kasus yang sulit, diperparah dengan banyaknya jumlah laporan yang masuk.

Polisi sendiri sudah bekerjasama dengan Bank Indonesia dan sejumlah provider telekomunikasi.

“Kami langsung mengecek nomor rekening dan ponsel pelaku, namun mereka menggunakan identitas palsu sehingga sulit untuk dideteksi. Pelaku membuka rekening pakai KTP palsu. Nomor ponsel juga sekali pakai bisa langsung buang,” urai Ferry.

Sejumlah korban penipuan belanja online menceritakan betapa para pelaku lihai meyakinkan dan mengelabui calon korban. Adrianus Gunawan (23) mengaku tertipu iklan penawaran produk Apple jenis iPad 2.

Harga yang ditawarkan pelaku hanya Rp 2,5 juta. Padahal, gadget sejenis di pasaran dibandrol dua kali lipat dari yang ditawarkan ke Adrianus.

Kepada polisi, Adrianus mengaku membeli dua iPad 2 dan mentransfer ke rekening pelaku sebesar Rp 5 juta pada awal Maret lalu. Ternyata, gadget asal Amerika Serikat itu tidak dikirim pelaku.

“Saya coba hubungi lagi, namun hanya disuruh menunggu,” katanya.

Kerugian lebih besar dialami Iwanul Badri. Mahasiswa semester akhir universitas swasta di Surabaya itu mengaku dikerjai penipu bermodus toko online sebesar Rp 20 juta pada 4 Meret lalu. Iwanul tertarik dengan tawaran harga murah untuk semua jenis gadget di dalam iklan Facebook.

Gencarnya pelaku men-tag produk gadget ke laman Facebook milik Iwanul, membuat dia tergiur untuk berbisnis gadget. Iwanul pun membeli sejumlah merek gadget dalam jumlah besar, seperti Samsung, iPhone5, Nokia, kamera Canon dan Nikon. Total, dia sudah memesan gadget dam elektronik senilai Rp 48 juta.

Pemuda 32 tahun yang kos di Jalan Dukuh Kupang itu awalnya mentransfer Rp 15 juta sebagai uang tanda jadi ke nomor rekening sebuah bank pelat merah atas nama Zamsul Rizal Tombolo. Beberapa hari kemudian, pelaku mengabari kalau barang pesanannya sudah dikirim namun tertahan pihak Bea Cukai.

“Untuk mengurusnya, pelaku meminta saya kembali mentransfer Rp 4 juta. Pelaku mengaku sudah keluar Rp 10 juta agar barang itu bisa lolos dari Bea Cukai,” kata Iwanul.
Untuk meyakinkannya, pelaku memfoto dos siap kirim lengkap dengan alamat Iwanul.

Foto itu diposting pelaku ke halaman depan Facebook milik Iwanul. Hanya saja, pelaku kembali meminta tambahan Rp 9 juta agar barang dikirim.

Merasa ada gelagat mencurigakan, Iwanul menolaknya. Barang yang dia pesan pun hingga kini tak sampai ke tangannya.


Dari kasus di atas bisa saya simpulkan bahwa kebanyakan korban tergiur dengan harga yg di tawarkan, yakni harga yang lebih murah di bandingkan dengan harga di pasaran, dan cara  mengungkap kasus penipuan blanja online ini juga agak sulit, karena ketidakjelasan identitas pelaku. Identitas pelaku dipastikan fiktif. Begitu juga rekening pelaku yang menggunakan data palsu
jadi saran saya untuk para konsumen di toko online, berusahalah menjadi konsumen yang cermat teliti dan pintar, periksa dan cari tahu dulu kebenara situs-situs toko online  yang ingin anda pesan, jangan tergiur dengan tawaran yang di berikan dan harga-harga yang lebih murah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar